Dunia tanpa twitter
Mungkin ini merupakan sesuatu yg aneh aku mulai menandai perjalanan ini
Dulu jauh sebelum media berevolusi secepat ini, semua jauh lebih simpel dan bermakna
Tidak ada telpon genggam apalagi jejaring sosial, semua saling berhubungan dengan keterbatasan
baik batas jarak, waktu, dan biaya.
Orang melangkah dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan, orang menyeberangi lautan dengan berenang. Hingga kemudian manusia menciptakan kendaraan kereta untuk darat, kapal untuk lautan
semua dilakukan karena manusia tidak sabar akan perjalanan ini.
Namun sekarang semua batas nampak terdistorsi, melengkung menjadi sempit, sehingga semua perjalanan jauh itu cuma dipisahkan dalam milidetik, atau sepersekian milyar detik
Rasanya baru kemarin kita naik kereta, mungkin tahun depan kita sudah berpergian dengan teleportasi
Twitter o twitter, jejaring sosial yang satu ini nampaknya sekarang menjadi sangat mainstream dibanding jejaring sosial lainnya, twitter sudah menjadi milik semua, bisa dikatakan twitter adalah dunia saat ini
Lalu apa yang bakal terjadi jika dunia ini tanpa twitter
Perjalanan ini saya kisahkan dalam perjalanan menuju dunia tanpa twitter, saya mendatangi dunia dimana twitter itu tidak populer, dimana dunia tersebut tidak akan terlalu goyah jika tersapu badai matahari
Berawal dari batalnya perjalanan menuju wakatobi tahun lalu, maka tahun ini kami merencanakan untuk pergi ke karimunjawa. kesempatan ini kami mencoba mencicipi kapal cepat baru yang ada di karimunjawa, yakni express bahari 9
Kapal ini jauh lebih cepat dibanding kapal kartini dan lebih MURAH dengan tiket eksekutif 84rb dan vip 104rb, full ac dan harap hati2 bagi para claustophobic, karena di kapal cepat ini kita diajak bergoyang tanpa mampu memandang lautan / horizon dengan leluasa, sehingga sangat memabukkan bagi para pelancong yang buka pelaut. Jika ombak terlalu tinggi kapal ini terkadang menurunkan kecepatannya, sehingga harap-harap maklum jika seringkali kapal tidak tiba tepat waktu
Kali ketujuh ini saya mendaratkan kaki saya ke karimunjawa, dan untuk pertama kalinya saya tidak menginap di mainland, kali ini saya mencoba wisma yang lain dari yang biasanya, yakni WISMA APUNG.
Sebetulnya saya mau mengkritik penamaan wisma ini, sebab sebetulnya wisma ini sama sekali tidak mengapung, kecuali tempat bersandar kapalnya saja. Wisma ini dibangun dengan menancapkan pasak2 kayu di batu dan pasir di sekitar pulau menjangan besar. Jadi saya lebih senang menyebut wisma ini dengan wisma temancep (red. bhs jawa) atau wisma tertancap.
Berawal dari menjangan kecil, kemudian bersandar di geleang, dan lanjut ke gosong cemara. tidak ketinggalan juga pulau kecil, pulau bekas penelitian kawan saya Pepen, ini sekarang sangat ramai, dan saya kehilangan banyak sekali anemon dan clown fish disini 😦 karena sulit sekali menemukan nya sekarang. Kalau pengen nuansa pasir putih seperti kolam renang yang luas, nuansa pirates of caribean dead man chest dateng lah ke cemara besar, this place will be a great scene for a movie shootage in indonesia. Tempat terbaik yang saya kunjungi kali ini adalah pulau gosong di selatan pulau kecil, karena tempatnya yang terekspos langsung di luar pulau karimunjawa besar sehingga arus dan gelombang yang lebih kencang, sehingga agak lebih jarang wisatawan yang mengobrak-abrik wilayah ini, sehingga tempat ini wajib menurut saya buat para diver, terutama sisi utara, klo bisa sih sisi timur 🙂
Oiya perjalanan kali ini adalah perjalanan mancing, jadi sebagian besar waktu kami habiskan diatas kapal, dan sesekali mencoba free diving di sekeliling nya. Di produser-i oleh pakde eko, saya bersama pops menemani the three musketeers yang insane yakni faras, fadil, dan ayu